Rabu, 13 Mei 2009

Permainan Dakon untuk FPB

Belajar Matematika lewat Permainan Dakon 
Wednesday, September 26, 2007


Dakon selama ini identik dengan permainan tradisional di masa kecil. Siapa kira ternyata permainan ini bisa sebagai sarana pembelajaran Matematika. lewat ide kreatif seorang guru sekolah dasar asal SDN 6 Bangli, Komang Windya, S.Pd mengangkat ide ini hingga akhirnya mampu menjadi jawara dalam Festival Sains Indonesia dalam kompetisi Matematika guru. 

Ada hal yang mengusik Windya selama 14 tahun mengajar di SD. Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang ada di lapangan selama mengajarkan Matematika ia selalu mengalami kesulitan dalam menanamkan konsep Faktor Persekutuan Terbesar. Menurutnya selama ini dalam mengajarkan hal itu biasanya abstrak. Setelah 3 tahun terakhir baru ada ide tapi belum mantap bagaimana menanamkan konsep FPB itu bisa lebih difahami oleh siswa dan kontekstual dan nyata bisa diwujudkan.

“Selama ini ada kesalahfahaman dalam pengajaran konsep FPB, padahal konsep FPB ada di sekitar kita. Kita ingin membagi 16 gula pasir, 20 kilogram beras itu kita bagi dalam sekian bungkus dengan syarat jumlahnya sama. Misalkan satu bungkus 2 kg maka yang lain harus sama. Selama ini mungkin kita belum menyampaikan FPB kalau KPK sudah,” paparnya.

Ide mengangkat dakon sebagai alat pembelajaran matematika tercipta lewat proses panjang. Waktu itu ia sering melihat anak-anak kecil yang sedang bermain dakon. Semula saat itu ia kurang memperhatikan dan hanya lewat begitu saja. Setelah berkali-kali lewat terbersit satu ide untuk memakainya sebagai ajang pembelajaran bagi siswa. Setelah merealisasikan idenya akhirnya buah renungannya itu menjadikannya jawara dalam ISF yang digelar di Pondok Indah Mall 13 hingg 19 Agustus kemarin.

Windya saat ini tinggal di daerah Bangli. Ia merupakan lulusan program S1 Teknologi Pendidikan di STKIP Singaraja. Menjadi guru bukanlah satu-satunya cita-cita putra asli Bali ini. Sebenarnya ia memiliki 3 cita-cita yang pertama ingin bergerak di pariwisata, kedua di kepolisian dan di dunia pendidikan tapi seiring dengan berjalannya waktu ia lebih tertarik di dunia pendidikan.

Salah satu alasan kenapa ia memilih jadi guru karena menurutnya anak sekolah dasar pada usia-usia tersebut penuh dengan kemurnian, dan kejujuran. Ia belajar banyak dari anak-anak bagaimana bersikap jujur, berfikir murni dan jernih menurutnya itulah kesenangan yang ada. “Pernah ada teman yang menyarankan saya untuk pindah ke SMP atau kemana tapi saya masih fikir-fikir. Orientasi ekonomi sebenarnya baik di SMP tapi kata hati mengarahkan saya tetap jadi guru SD. Kalau semua masuk SMP siapa yang menangani pendidikan sekolah dasar,” kenangnya.

Sudah ada keterikatan antara Windya dengan muridnya. “Seminggu saja berada di Jakarta rasanya rindu untuk bertemu dengan anak. Memang senior-senior yang memberi tahu untuk bisa bekerja lebih baik memang harus ada rasa cinta. Itu saya tanamkan pada anak-anak sebelum saya berangkat mereka belajar dengan baik dan jangan bermain-main dengan begitu akan membuat saya tenang,” katanya.

Dalam menjalani karir sebagai guru menurutnya yang penting menjadikan bagaimana hidup ini bisa berarti. Namun pernah juga ia merasa sedih misalnya ketika sang anak didik mendapat nilai kurang baik meskipun kita sudah berusaha mengajar dengan baik. “Ada murid yang sampai bohong itu saya sedih sampai di rumah bahkan gara-gar hal itu pernah saya menangis. Apa salah saya mengapa saya tidak bisa berarti mendidik murid-murid menjadi jujur. Kejujuran, penghormatan terhadap orang tua itu hal yang sangat saya pentingkan. Dalam hal ini kayaknya akhlak perlu diperbaiki”, tambahnya.

Ada satu harapan windya untuk dunia pendidikan di pendidikan. Sebagai seorang guru hendaknya berupaya memberikan pelayanan yang terbaik selain itu penekanan rasa cinta terhadap anak harus ditekankan. Penekanan ini menurutnya karena sebenarnya mereka titipan Tuhan. Masih ada satu keinginan untuk sekolah lebih tinggi. “Harapan saya dengan ini semoga saya bisa mendapat beasiswa. Saya dengar akhir-akhir ini ilmu tendik mengeluarkan beasiswa untuk melanjutkan S2. Apapun kami mendapat pendidikan yang lebih tinggi kami akan abdikan juga untuk dunia pendidikan”, harapnya.

Selasa, 12 Mei 2009

Teori Pengajaran Matematika

seperti dikatakan di atas bahwa setiap anak memiliki perbedaan dalam IQ. maka itu harus digaris bawahi, karena kita lihat dewasa ini di lingkungan kita masih banyak anak-anak usia sekolah yang IQ-nya dibawa rata-rata dan juga masuk dalam kategori kekurangan gizi apa layak (dapat) berpikir dengan serius dalam mempelajari matematika. saya sangat senang bahwa banyak para pakar pendidikan berlomba-lomba menarik kesimpulan dalam kesulitan belajar matematika tetapi tidak memandang apa iyah kita dapat mengatualisasikan atau hanya berupa teori yang belum dapat diukur. sehingga saya mau katakan dengan alat ukur apa untuk dapat mengukur empat cara yang diberikan, atau ini hanya sebuah angan-angan saja. maka sekali lagi saya minta implementasinya.
dilihat contoh di atas hanya suatu kasus untuk anak SD tidak di lihat anak sekolah lanjutan maupun mahasiswa. disana sangatlah kompleks permasalahannya. 
juga bagaimana sarana-dan prasarana apa tidak mengambil bagian dalam pendidikan, sebab banyak sekolah yang tidak memiliki sarana dan prasarana yang baik tang dapat dikatakan tidak layak untuk digunakan apa itu perlu?
maka saya justru mau mengahrapkan kepada pemikir bangsa untuk memperhatikan duania pendidikan agar mau meluangkan waktu dan menjadi seorang yang budiman dalam bidang pendidikan.

Belajar Matematika

Bagaimana Mengajar Matematika yang Benar

Pernahkah Anda sebagai pengajar merasa kesulitan mengajar matematika kepada anak didik? Mungkin Anda yakin sudah mengajarkan matematika kepada anak didik dengan benar, tetapi mengapa nilai mereka tidak mencapai target Anda? Anda tidak sendirian dalam hal ini, banyak orang tua juga merasakan hal yang sama. 

“Matematika itu susah” merupakan pernyataan klasik. Bisa jadi sebagian besar anak didik Anda membenarkan kalimat tersebut. Apalagi mereka yang tidak menyukai matematika pasti beranggapan bahwa ilmu pasti ini rumit, njelimet, membingungkan, dan bikin pusing saja. Akhirnya mereka pun jadi malas belajar matematika. 

Satu hal yang harus Anda pahami dan sadari, tidak semua siswa mempunyai tingkat intelektual tinggi. Kemampuan setiap siswa menangkap materi pelajaran yang disampaikan berbeda-beda. “Setiap anak memiliki daya nalar yang berbeda. Respon mereka terhadap materi yang disampaikan guru ada yang cepat dan ada pula yang lambat. Memaksa dan memarahi anak didik tidak akan membuahkan hasil seperti harapan Anda,” demikian penuturan Guru Besar Psikologi dan pengamat pendidikan Universitas Diponegoro dalam Suplemen Pendidikan Media Indonesia (3 Mei 2002). Khusus untuk mata pelajaran matematika, jangan menyuruh anak menghafal rumus. Hal ini juga ditegaskan Seto Mulyadi, ahli psikologi anak. Seperti dikutip dari majalah Bobo, 18 Juni 2001, menurutnya, matematika merupakan ilmu pasti yang menuntut pemahaman dan ketekunan berlatih. Menghafal rumus dan cara mengerjakan soal bukan langkah tepat membuat anak cakap dalam ilmu ini. Pendidik seharusnya memiliki metode mengajar yang menggugah minat siswanya. 

Seorang guru matematika kelas 6 SDK 2 Penabur Jakarta, Hennyriawati ( Kompas, 3 Oktober 2004) memiliki cara mengajar yang dapat dicontoh. Dia selalu memberi contoh manfaat belajar matematika kepada anak didiknya yang malas belajar matematika. “Saya selalu menyadarkan mereka akan manfaat dan nilai penting belajar matematika. Tips belajar matematika juga saya berikan agar mereka melakukannya,” tutur Henny.

Tanamkan pada anak didik, dengan belajar matematika kita akan tahu dan bisa mengukur berapa jauh jalan balik menuju tempat semula sehingga tidak tersesat. Kita juga bisa mengatur uang saku yang harus dikeluarkan dan berapa rupiah sisanya yang bisa ditabung. Dalam matematika seringkali terdapat banyak soal cerita. Ketika mengerjakan soal cerita, kita dituntut mengaitkan beberapa hal sehingga dapat membuat logika kita berjalan.

Beberapa tips berikut ini dapat diterapkan oleh guru untuk mempelajari matematika.

• Sebagai pendidik berusahalah supaya cara mengajar Anda menarik bagi para siswa sehingga mereka menyukai Anda. Cobalah untuk sabar dan telaten menuntun mereka belajar. Selingi jam mengajar Anda dengan dongeng dan lelucon.

• Jangan memaksa anak menghafal rumus matematika. Ajaklah mereka memahami teori dan langkah-langkah pengerjaan soal dengan memberi contoh yang dekat dengan dunia anak-anak.

• Cobalah membuat sketsa untuk mempermudah siswa memahami soal cerita. Khusus untuk geometri (pelajaran ruang bangun), ajaklah siswa membuat alat peraga bersama.

• Cobalah Anda membuat bank soal dari soal-soal sulit yang ditemukan dari sumber mana pun. Anda dan semua siswa mencoba menyelesaikan semua soal itu bersama-sama. Bisa juga dibentuk kelompok belajar. Setiap kelompok harus ada 1 dan 2 anak yang pandai matematika supaya bisa membantu teman-temannya. Tentu saja Anda tetap memberi petunjuk penting. 

Semoga keempat cara di atas bermanfaat bagi guru-guru.